1 Usai Revolusi, Ratusan Ribu Wanita Mesir Memiliki Senjata Api Tue Jul 05, 2011 5:09 am
vhy
Ratu Lebah
Berdasarkan data statistik terbaru, sekitar 550 perempuan di Mesir kini memiliki lisensi untuk memiliki senjata api.
Hal ini tak lepas dari petisi yang diajukan oleh Suzan Mubarak dan Jihan Sadat, di mana Jihan meminta suaminya—almarhum Presiden Anwar Sadat—agar diberikan izin memegang senjata api dan juga mengajarkannya bagaimana cara menembak. Adapun Suzan Mubarak, telah menjalani dua periode latihan menembak; pertama di Mesir, dan kedua di London.
Surat kabar Mesir, Rose El-Youssef, Ahad (3/7), melaporkan bahwa di antara lisensi kepemilikan senjata yang diberikan kepada wanita adalah untuk mantan wakil ketua parlemen Zainab Abdel Hamid dan Nariman Darmelli. Keduanya mengajukan izin kepemilikan senjata setelah mendapatkan ancaman.
Adapun wakil rakyat dari Dewan Kongres Rakyat (DKR), meluncurkan perang sengit terhadap rekan-rekan mereka di parlemen. Mereka menolak perempuan Mesir diberi hak mendapatkan lisensi kepemilikan senjata api.
Pada 2010, sekitar 150 anggota DRK yang semuanya laki-laki mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) darurat untuk merevisi UU No. 394 tahun 1954 tentang Senjata Api dan Amunisi, yang diubah dengan UU No.75 tahun 1958 tentang aturan yang sama dan hingga kini masih berlaku, untuk mencegah wanita mendapatkan lisensi kepemilikan senjata.
Dan kini kaum wanita Mesir berlomba-lomba membeli senjata api usai Revolusi Populer 25 Januari, seiring dengan maraknya gangguan keamanan. Berdasarkan data yang dilansir aparat keamanan, hingga kini sekitar 100.000 perempuan Mesir—dari Januari hingga Juni—telah memiliki senjata api secara ilegal.
Disebutkan bahwa syarat utama seorang wanita diperbolehkan memiliki senjata api adalah berusia paling sedikit 21 tahun, dan sebelumnya tidak pernah terlibat atau dituduh melakukan kejahatan. Wanita yang bersangkutan juga disyaratkan memiliki pekerjaan yang rawan ancaman seperti laki-laki. Misalnya, pengacara, wartawan, polisi dan sekretaris, jaksa, hakim, duta besar dan anggota dewan atau majelis rakyat, dan istri presiden.
Hal ini tak lepas dari petisi yang diajukan oleh Suzan Mubarak dan Jihan Sadat, di mana Jihan meminta suaminya—almarhum Presiden Anwar Sadat—agar diberikan izin memegang senjata api dan juga mengajarkannya bagaimana cara menembak. Adapun Suzan Mubarak, telah menjalani dua periode latihan menembak; pertama di Mesir, dan kedua di London.
Surat kabar Mesir, Rose El-Youssef, Ahad (3/7), melaporkan bahwa di antara lisensi kepemilikan senjata yang diberikan kepada wanita adalah untuk mantan wakil ketua parlemen Zainab Abdel Hamid dan Nariman Darmelli. Keduanya mengajukan izin kepemilikan senjata setelah mendapatkan ancaman.
Adapun wakil rakyat dari Dewan Kongres Rakyat (DKR), meluncurkan perang sengit terhadap rekan-rekan mereka di parlemen. Mereka menolak perempuan Mesir diberi hak mendapatkan lisensi kepemilikan senjata api.
Pada 2010, sekitar 150 anggota DRK yang semuanya laki-laki mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) darurat untuk merevisi UU No. 394 tahun 1954 tentang Senjata Api dan Amunisi, yang diubah dengan UU No.75 tahun 1958 tentang aturan yang sama dan hingga kini masih berlaku, untuk mencegah wanita mendapatkan lisensi kepemilikan senjata.
Dan kini kaum wanita Mesir berlomba-lomba membeli senjata api usai Revolusi Populer 25 Januari, seiring dengan maraknya gangguan keamanan. Berdasarkan data yang dilansir aparat keamanan, hingga kini sekitar 100.000 perempuan Mesir—dari Januari hingga Juni—telah memiliki senjata api secara ilegal.
Disebutkan bahwa syarat utama seorang wanita diperbolehkan memiliki senjata api adalah berusia paling sedikit 21 tahun, dan sebelumnya tidak pernah terlibat atau dituduh melakukan kejahatan. Wanita yang bersangkutan juga disyaratkan memiliki pekerjaan yang rawan ancaman seperti laki-laki. Misalnya, pengacara, wartawan, polisi dan sekretaris, jaksa, hakim, duta besar dan anggota dewan atau majelis rakyat, dan istri presiden.